Cerita Pasang Surutnya Bioskop Majestic Bandung

Sesuai janji kemaren, sekarang saya mau lanjutin pengalaman sekalian bagi ilmu tentang pemanduan sebelumnya. Dan… *jengjreng*

Majestic Bioscoop

Dibangun pada tahun 1924, didesain oleh C.P. Wolff Schoemaker dan dikerjakan oleh Biro Arsitek Soenda. Terletak di Bragaweg (Jalan Braga), bioskop ini masih ada hubungan dengan bangunan di sebelahnya, Societeit Concordia (sekarang Museum Konprensi Asia-Afrika, telah dibahas disini) sebagai sarana hiburan tambahan orang-orang yang berkumpul disana. Bagian atas dari bangunan ini menyerupai kaleng biskuit, yang membuat bioskop ini disebut juga Bilken trommel. Sebagaimana pada umumnya bangunan yang dibangun oleh C.P. Wolff Schoemaker, bangunan ini bergaya Eropa namun juga memiliki ornamen Nusantara yaitu kala.

Kursi bagi penonton didalamnya dibuat bertingkat, mirip seperti bioskop di masa sekarang, namun perbedaan tingkat tempat duduk akan membedakan harga tiket masuknya. Semakin bawah posisi tempat duduk, semakin murah harganya. Sedangkan harga tiket paling mahal berada di balkon. Posisi duduk di balkon pun cukup eksklusif, karena para penonton yang membayar untuk menonton di balkon akan  diposisikan seperti di café. Hal yang cukup unik adalah letak duduk bagi lelaki dan perempuan dipisahkan di sisi kanan dan kiri bioskop, meskipun bagi para pasangan yang telah menikah aturan ini dilanggar juga.

Pertunjukkan diadakan hanya pukul 19.30 dan 21.00. Mendekati saat tersebut, pelataran bioskop biasanya sudah ramai oleh berbagai kegiatan, mulai dari pedagang yang menawarkan barangnya hingga orkes yang disewa bioskop untuk memainkan lagu-lagu gembira penarik perhatian. Menjelang film dimulai, orkes mini yang biasanya terdiri atas alat musik biola, gitar, chelo dan tambur ini pindah ke dalam bioskop, untuk memberikan musik latar pada film yang dimainkan. Pertengahan tahun 20-an film bicara belum dikenal di Bandung, sehingga film harus ditingkahi oleh musik orkes beserta seorang “komentator”. Pemain-pemain orkes kerap ikut menjadi terkenal, selain karena ditonton banyak orang, juga skill musik yang dimiliki umumnya cukup tinggi. Maklumlah, permainannya harus sangat disesuaikan dengan cerita yang tengah berlangsung di layar

Film yang diputar, jangan harap berjalan selancar sekarang. Proyektor yang ada hanya cukup untuk memutar satu reel film, yaitu rol film sepanjang sekitar 300 m. dengan durasi 15 menit. Bayangkan saja untuk film sepanjang satu setengah jam pastilah harus ada jeda lima kali sepanjang beberapa menit untuk mengganti reel. Untuk mengisi waktu, biasanya ditayangkan slide -waktu itu populer dengan sebutan “gambar mati”- reklame dari rekanan bioskop.

Sama seperti gedung Societeit Concordia, di bangunan ini juga terdapat tulisan “Verbodden voor Honder en irlander” (dilarang masuk bagi anjing dan pribumi).

Pada tahun 31 Desember 1926, bioskop ini juga memutar film lokal pertama di Hindia Belanda, yaitu “Loetoeng Kasaroeng”  yang diproduksi oleh NV Java Film Company. Film ini diputar hingga 6 Januari 1927. Film ini dibuat di sekitar Bandung dan Padalarang, pemeran-pemeran di film ini merupakan pribumi  terpilih dari golongan priayi yang berpendidikan.

Namun, karena sutradara film ini berkebangsaan Belanda, film ini tidak dianggap sebagai film pertama di Indonesia (Hindia Belanda merupakan sebutan bagi Indonesia saat masih dibawah kependudukan Belanda).

Setelah masa kemerdekaan, gedung ini juga masih berfungsi sebagai bioskop bagi masayarakat Indonesia. Namun seiring bermunculannya bioskop-bioskop modern, pada tahun 80-an Majestic mulai ditinggalkan, dan hanya segelintir orang yang menonton sampai pada akhirnya bangunan ini tidak berfungsi sebagai bioskop lagi.

Sempat terbaikan, pada 2002 Majestic direvitalisasi menjadi gedung pertemuan dan berganti nama menjadi Asia Afrika Cultural Centre (AACC). Selain sebagai tempat pertunjukkan kesenian tradisional, gedung ini juga disewakan untuk kegiatan lainnya. SMA saya (SMA Negeri 5 Bandung) sempat mengadakan pra-event bazaar disini pada tahun 2007. Tidak hanya itu, karena kurangnya ruangan/tempat bagi musisi lokal untuk berkreasi, gedung ini juga digunakan sebagai tempat konser. Dan yang memilukan, pada 9 Februari 2008, 10 orang meninggal saat menonton konser band Beside di gedung ini.

Setelah mati suri semenjak kejadian tersebut, akhirnya gedung ini kembali direvitalisasi menjadi New Majsetic pada tahun 2010.

Referensi:

http://historicalofbuilding.blogspot.com/2010/12/gedung-new-majestic-aacc.html

Data dari Komunitas Aleut!

http://www.arsitekturindis.com/?p=42

http://www.syukrie.co.cc/2011/01/sejarah-film-bioskop-di-indonesia.html

http://www.pikiran-rakyat.com/node/144277

http://dedidude.multiply.com/journal/item/66/KRONOLOGIS_TRAGEDI_KONSER_BESIDE_DI_AACC_BANDUNG_dari_Eben_BK